Kamis, 24 Maret 2011

KEMAMPUAN MENULIS NARASI DENGAN MODELLING

KEMAMPUAN MENULIS NARASI DENGAN MODELLING


Makalah
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Keterampilan Berbahasa Tulis dan Pembelajaran
Yangdibina oleh Bapak Prof. Dr. H. M. Ide Said D.M., M.Pd.

OLEH
MUHAMMAD FITRI
04034152009

JURUSAN BAHASA INDONESIA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
Januari 2010
KATA PENGANTAR


Syukur Alhamdulillah kami panjatkan, karena atas limpahan rahmat dan rahim-Nya sehingga tugas makalah ini dengan judul “Kemampuan Menulis Narasi dengan Modelling” dapat diselesaikan sesuai waktu yang ditetapkan.
Tulisan ini disusun sebagai salah satu persyaratan dalam mengikuti mata kuliah Keterampilan Berbahasa Tulis dan Pembelajarannya pada Program Pascasarjana jurusan Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah Makassar tahun akademik 2011/2012
Penyelesaian tugas ini, kami mengalami banyak hambatan, namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak baik moril maupun materil sehingga tugas ini dapat terwujud, oleh karena itu penulis tak lupa mengucapkan terima kasih terutama kepada pengasuh mata kuliah: Prof. Dr. H. M. Ide Said D.M., M.Pd.
Kami menyadari bahwa meskipun tugas ini telah dibuat dengan usaha yang maksimal, namun tidak menutup kemungkinan masih terdapat banyak kekurangan. Kritikan dan saran yang sifatnya konstruktif sangat kami harapkan.

Makassar, 2 Januari 2011
Penulis,

Muhammad Fitri
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi melalui bahasa dapat berwujud lisan dan dapat pula berwujud tulisan. Proses pemberian dan penerimaan informasi tersebut harus didasarkan pada kemampuan memahami bahasa agar tidak terjadi salah pengertian antara pemberi dan penerima informasi. Untuk mengoptimalkan kemampuan ini, pembelajaran bahasa Indonesia hendaknya terprogram dan terorginisasi dengan baik.
Tujuan pengembangan kemampuan menggunakan bahasa Indonesia meliputi empat aspek keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa inilah yang merupakan fokus tujuan pengajaran bahasa Indonesia. Ini berarti bahwa pengajaran bahasa Indonesia dalam menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Di antara keempat keterampilan berbahasa, dapat dikatakan bahwa pengajaran keterampilan menulis yang paling sulit untuk diajarkan karena pengajaran keterampilan menulis merupakan kegiatan proses kreatif yang memerlukan keterampilan khusus.
Modal menulis merupakan modal penting dalam kehidupan seseorang. Kemampuan menulis sebagai suatu bentuk komunikasi secara tertulis, dapat dikatakan sebagai suatu kebutuhan bagi setiap orang, lebih-lebih siswa. Kebutuhan siswa untuk mampu menulis didasarkan pada keterkaitan antara siswa dengan pendidikannya dan keterkaitan siswa dengan apa yang akan dihadapinya dalam kehidupan di masyarakat.
Penggunaan metode dan strategi yang tepat dalam pembelajaran menulis akan membantu pengajaran ini menjadi lebih menarik dan tidak membosankan. Penggunaan media juga berperanan penting dalam meningkatkan minat siswa dalam menulis.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalahnya adalah:
1. apakah pengertian menulis
2. apakah konsep dasar menulis narasi?
3. bagaimanakah cara pembelajaran keterampilan menulis narasi?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka penulisan makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan:
1. Pengertian menulis
2. Konsep dasar menulis narasi
3. Cara pembelajaran keterampilan menulis narasi

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Menulis
Kemampuan menulis merupakan bentuk kemampuan berbahasa di samping kemampuan berbahasa lainnya. Kemampuan menulis merupakan modal penting dalam kehidupan sesorang, baik di sekolah, maupun di masyarakat. Kemampuan menulis sebagai bentuk kegiatan komunikasi secara tertulis dapat disebut sebagai suatu kebutuhan bagi setiap orang (Syafruddin, 2000:10).
Akhadiah dkk. (1999) berpendapat bahwa menulis merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses pemikiran yang dimulai dengan pemikiran tentang gagasan yang akan disampaikan. Menulis merupakan bentuk komunikasi yang berbeda dengan bercakap-cakap. Dalam tulisan tidak terdapat intonasi, ekspresi, dan gerakan fisik. Menulis merupakan bentuk komunikasi untuk menyampaikan gagasan penulis kepada khalayak pembaca yang dibatasi oleh jarak, tempat, dan waktu.
Tarigan (1982) berpendapat bahwa menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik, yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambar grafik itu.
Keraf (1982) memberikan penjelasan mengenai menulis yang disebutkannya dengan komposisi, menyatakan bahwa komposisi adalah proses penggunaan bahasa yang kompleks dan mempunyai prasyarat-prasyarat: (1) menguasai pengetahuan bahasa; (2) memiliki kemampuan penalaran yang baik; (3)memiliki pengetahuan yang mantap mengenai objek garapannya; dan (4) menguasai mekanik karang-mengarang.
Kemampuan menulis bahasa Indonesia adalah kemampuan menggunakan bahasa Indonesia secara tertulis dalam mengungkapkan diri dari hasil kegiatan yang menuturkan pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain dan menjelaskan penghayatan penulis terhadap lingkungan sekitarnya.
Nurgiyantoro (1988) menjelaskan bahwa menulis merupakan suatu bentuk manivestasi kemampuan atau keterampilan berbahasa paling akhir dikuasai pebelajar setelah kemampuan menyimak, berbicara, dan membaca. Kemampuan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur kebahasaan dan unsur di luar bahasa itu sendiri yang akan menjadi isi karangan. Unsur bahasa dan unsur isi haruslah terjalin rapi untuk menghasilkan karangan yang runtut dan padu.
Dari berbagai uraian ini, dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan suatu bentuk komunikasi yang tidak langsung untuk menyampaikan gagasan penulis kepada pembaca dengan menggunakan media bahasa yang dilengkapi dengan unsur suprasegmental. Oleh karena itu, menulis perlu dipelajari dan dilatihkan secara intensif.
Salah satu hambatan menulis yang dihadapi peserta didik sehingga banyak di antara mereka yang tidak produktif apalagi kreatif di bidang penulisan disebabkan ketidakbiasaan peserta didik menuangkan gagasan dan pikirannya. Pernyataan klasik yang selalu muncul ketika seorang peserta didik akan memulai kegiatan menulis adalah bermula di mana dan berakhir di mana.
Proses pengajaran menulis merupakan suatu proses yang kompleks, yang merupakan keterampilan berbahasa yang meminta perhatian paling akhir. Menulis sering dipandang sebagai suatu ilmu dan seni, karena di samping memiliki aturan-aturan pada unsur-unsurnya juga mengandung tuntutan bakat yang menyebabkan suatu tulisan tidak semata-mata sebagai batang tubuh sistem yang membawakan makna atau maksud, tetapi juga membuat penyampaian maksud tersebut menjadi unik, menarik, dan menyenangkan pembacanya.

B. Konsep Dasar Narasi
Narasi adalah bentuk percakapan atau tulisan yang bertujuan menyampaikan atau menceritakan rangkaian peristiwa atau pengalaman manusia berdasarkan perkembangan dari waktu ke waktu (Semi, 1990).
Ambo Enre (1994) mengemukakan bahwa narasi adalah rangkaian peristiwa yang dijalin sedemikian rupa untuk mengantarkan pembaca dari suatu permulaan menuju kepada suatu akhir dengan cara membangkitkan kesan kenyataan yang hidup.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mencantumkan bahwa narasi adalah pencarian suatu cerita atau kejadian; cerita atau deskripsi dari suatu kejadian atau peristiwa; kisahan; tema suatu karya seni; dan menyajikan sebuah kejadian yang disusun berdasarkan urutan waktu.
Berdasarkan beberapa pengertian narasi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa narasi adalah rangkaian tuturan yang menceritakan atau menyajikan suatu hal kejadian melalui tokoh atau pelaku dengan maksud memperluas pengetahuan pendengar atau pembaca. Narasi sebagai sebuah karangan mempunyai struktur alur. Alur adalah sambung-sinambung cerita yang disebabkan oleh sebab akibat.
Narasi dapat digololongkan menjadi dua bagian, yaitu (1) narasi ekspositoris atau narasi teknis, dan (2) narasi sugestif. Narasi ekspositoris atau narasi teknis, adalah narasi yang ingin mencapai ketepatan informasi mengenai suatu peristiwa yang dideskripsikan, yaitu memperluas pengetahuan orang. Narasi ekspositoris bertujuan menggugat pikiran pembaca untuk mengetahui apa yang dikisahkan. Sasaran utamanya adalah rasio, yaitu berupa perluasan pengetahuan para pembaca sesudah membaca kisah tersebut. Narasi menyampaikan informasi mengenai berlangsungnya suatu peristiwa.
Narasi sugestif berusaha untuk memberikan suatu maksud tertentu, menyampaikan suatu amanat terselubung kepada pembaca atau pendengar. Narasi sugestif, juga bertalian dengan tindakan atau perbuatan yang dirangkaian dalam suatu kejadian atau peristiwa. Seluruh rangkaian kejadian itu berlangsung dalam satu kesatuan waktu, tetapi tujuan atau sasaran utamanya bukan memperluas pengetahuan seseorang, melainkan berusaha memberi makna atas peristiwa atau kejadian itu sebagai suatu pengalaman karena sasarannya adalah makna peristiwa atau kejadian itu, maka narasi sugestif selalu melibatkan daya hayal atau imajinasi.
Narasi dapat berupa fakta dapat pula berupa sesuatu yang bersifat imajinatif (daya bayang). Narasi yang berupa fakta adalah biografi atau autobiografi, sedangkan narasi yang berbentuk imajinatif adalah cerpen, novel, roman, hikayat, drama, dan dongeng. Dalam narasi terdapat dialog tokoh-tokoh cerita (Supriyadi, 1992).
Narasi merupakan penyampaian seperangkat peristiwa atau pengalaman tentang diri sendiri, tentang orang lain, pada suatu saat atau satu kurun waktu tertentu. Sebagai cerita, narasi bermaksud memberitahukan apa yang diketahui dan dialami kepada pembaca atau pendengar dengan tujuan agar mereka dapat merasakan dan mengetahui peristiwa tersebut, sehingga menimbulkan kesan di hati penulis, baik berupa kesan isi peristiwa atau kejadian maupun berupa kesan estetik yang disebabkan oleh cara penyampaian yang bersifat sastra dengan menggunakan bahasa yang figuratif.
Menurut Ambo Enre (1994) narasi yang baik adalah yang mempunyai lima persyaratan pengisahan, yaitu: (1) urutan waktu, yang sifatnya sangat mendasar dalam pengisahan narasi; (2) motif pengisahan, yaitu semua pengisahan berhubungan dengan manusia, sehingga seharusnya memperkenalkan ide tentang motif atau tujuan yang ada dalam benak pelaku yang mendorongnya melakukan suatu tindakan; (3) konflik yaitu perbenturan dua kepentingan yang berbeda; (4) titik kisah (sudut pandang), yaitu mengantar pembaca agar mengetahui dari sudut mana ia diharapkan mengikuti uraian pengisahan terjalin hubungan antara pengisah dan yang dikisahkan; dan (5) pusat perhatian, yaitu pengisahan yang dilakukan secara selektif sehingga merupakan sebuah penggambaran lengkap tentang seseorang atau suatu pemandangan.
Dapat disimpulkan bahwa sebuah narasi (pengisahan) yang baik adalah karangan yang mengisahkan sebuah objek dengan memperhatikan urutan-urutan kejadian, yang menimbulkan konflik dan penyelesaian, sehingga menimbulkan kesatuan makna antara yang digambarkan atau dikisahkan dengan cara mengisahkannya.

C. Keterampilan Menulis Narasi dengan Pemodelan
Salah satu prinsip paling penting dari psikologi pendidikan adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru dapat membantu proses ini dengan cara–cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide, dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga yang dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, tetapi harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut.
Dalam pembelajaran ada sembilan hal yang perlu diperhatikan guru yaitu:
1. Apa yang diajarkan. Berhubungan dengan hal ini pembelajaran harus memperhatikan nilai-nilai yang ada di dalam keluarga dan masyarakat, memperhatikan kurikulum nasional, dan menyiapkan keterampilan untuk hidup dan bekerja di masa datang.
2. Sumber belajar apa yang tersedia dan dapat diharapkan. Situasi di Indonesia tidak memungkinkan untuk menyediakan sumber belajar berupa buku teks dan perangkat pembelajaran lain yang canggih. Pendidikan masih banyak didasarkan atas buku teks yang didasarkan atas kurikulum yang diproduksi secara masal.
3. Siapa yang diajar. Sasaran memiliki makna bahwa pembelajaran harus mempertimbangkan karakteristik siswa sasaran. Ini berarti bahwa kebutuhan pendidikan dan gaya belajar siswa harus dievaluasi dan digunakan sebagai landasan dalam penyusunan program pendidikan. Inti dari dari sasaran adalah: siswa, masyarakat atau keluarga, budaya, nilai-nilai atau motivasi.
4. Kualitas guru yang dibutuhkan. Kualitas guru yang dibutuhkan adalah yang memiliki perhatian terhadap kemanusiaan, penuh pengabdian untuk mendarmabaktikan pengetahuan dan keterampilannya, dan memiliki kesadaran yang tinggi dan memandang siswa sebagai pribadi yang sedang tumbuh menjadi dewasa yang membutuhkan bantuan.
5. Metode pembelajaran yang direkomendasikan. Siswa belajar dengan baik jika mereka belajar secara aktif, holistik, dan guru menggunakan pendekatan yang memungkinkan siswa menggunakannya dalam praktik. Siswa perlu menggunakan strategi belajar kooperatif sehingga mereka dapat meraih hasil belajar tinggi melalui saling tukar informasi dan menjelaskan konsep yang satu sama lain melalui percakapan yang substansial.
6. Bagaimana cara menilai prestasi siswa. Hasil belajar siswa diukur dengan penjajagan terhadap kemampuan siswa mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilannya. Penilaian harus sinambung, formatif dan kumulatif, langsung pada upaya menjamin prestasi belajar siswa dan didukung oleh contoh pekerjaan siswa.
7. Waktu. Siswa harus siap untuk belajar. Belajar membutuhkan keterampilan prasyarat, siswa memiliki pengalaman kehidupan belajar dan kematangan yang berbeda.
8. Lingkungan belajar. Lingkungan belajar harus dikenal siswa. Berbagai sumber digunakan secara langsung dari lingkungan mereka.
9. Kegunaan. Mengapa mengajar dengan cara seperti itu? pendidikan harus menghubungkan apa yang telah diketahui siswa dengan informasi baru yang terkait dengan kegunaan dalam kehidupan saat ini.
Pembelajaran di kelas menuntut guru untuk memilih metode, strategi atau teknik yang sesuai dengan bahan yang akan diajarkan. Mengajarkan keterampilan menulis narasi dengan modeling adalah salah satu cara guru dalam memberikan pembelajaran.
Modeling adalah salah satu kompenen pembelajaran kontekstual. Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang dapat ditiru. Modeling pada dasarnya membahasakan gagasan gagasan yang dipikirkan, mendemostrasikan bagaimana guru menginginkan para siswanya untuk belajar, dan melakukan apa yang guru inginkan.
Modeling dapat berbentuk demostrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. Dengan kata lain, model itu dapat berupa cara mengoperasikan sesuatu. Guru memberikan model tentang ”bagaimana cara belajar”.
Sebagian guru memberi contoh tentang cara bekerja sesuatu, sebelum siswa melaksanakan tugas. Misalnya, cara menemukan kata kunci dalam bacaan sastra. Dalam pembelajaran tersebut guru mendemonstrasikan cara menemukan kata kunci dalam bacaan dengan menelusuri bacaan secara cepat dengan memanfaatkan gerakan mata. Kata kunci yang ditemukan guru disampaikan kepada siswa sebagai hasil kegiatan pembelajaran menemukan kata kunci secara cepat. Secara sederhana, kegiatan itu disebut pemodelan. Artinya ada model yang bisa ditiru dan diamati siswa, sebelum mereka berlatih menemukan kata kunci. Dalam kasus ini, guru menjadi model.
Dalam pembelajaran kontestual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa dapat ditunjuk untuk memeberi contoh temannya cara melafalkan sutu kata . siswa contoh tersebut dikatakan sebagai model. Siswa lain dapat menggunakan model tersebut sebagai standar kompetensi yang harus dicapainya.
Model juga dapat didatangkan dari luar. Model tidak hanya benda hidup tetapi dapat juga benda mati. Seorang guru bahasa Indonesia menunjukkan buku karya satra yang berisi tulisan berbentuk narasi. Buku tersebut dapat dijadikan siswa sebagai model dalam menulis cerita narasi. Buku yang dijadikan model tidak boleh hanya satu tetapi harus lebih banyak agar wawasan siswa lebih luas serta siswa dapat memilih yang mana yang akan dijadikan model.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menulis merupakan suatu bentuk komunikasi yang tidak langsung untuk menyampaikan gagasan penulis kepada pembaca dengan menggunakan media bahasa yang dilengkapi dengan unsur suprasegmental. Oleh karena itu, menulis perlu dipelajari dan dilatihkan secara intensif.
Narasi merupakan penyampaian seperangkat peristiwa atau pengalaman tentang diri sendiri, tentang orang lain, pada suatu saat atau sutu kurun waktu tertentu. Sebagai cerita, narasi bermaksud memberitahukan apa yang diketahui dan dialami kepada pembaca atau pendengar dengan tujuan agar mereka dapat merasakan dan mengetahui peristiwa tersebut, sehingga menimbulkan kesan di hati penulis, baik berupa kesan isi peristiwa atau kejadian maupun berupa kesan estetik yang disebabkan oleh cara penyampaian yang bersifat sastra dengan menggunakan bahasa yang figuratif.
Modeling adalah salah satu kompenen pembelajaran kontekstual. Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang dapat ditiru. Modeling pada dasarnya membahasakan gagasan gagasan yang dipikirkan, mendemostrasikan bagaimana guru menginginkan para siswanya untuk belajar, dan melakukan apa yang guru inginkan.


B. Saran
Mengajarkan bahasa Indonesia khususnya keterampilan menulis diharapkan semaksimal mungkin menggunakan media dalam pembelajaran. Metode dan teknik haruslah disesuaikan dengan materi ajar agar pembelajaran lebih menarik.
Dalam pembelajaran kegiatan menulis, hendaknya guru lebih memberi kesempatan kepada siswa untuk mencurahkan gagasannya dalam bentuk tertulis.


DAFTAR PUSTAKA


Akhadiah, Saarti, dkk. 1999. Pembinaan Keterampilan Menulis. Jakarta: Erlanga.

Ambo Enre, Fachruddin. 1994. Dasar-Dasar Keterampilan Menulis. Ujung Pandang: IKIP Ujung Pandang.

Keraf, Gorys. 1982. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia.

Nurgiyantoro, Burhan. 1988. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE.

Semi, M. Atar. 19890. Menulis Efektif. Padang: Angkasa Raya.

Supriyadi. 1992. Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Depdikbud.

Syafruddin. 2000. ”Kemampuan Menulis Wacana Eksposisi Siswa Kelas II SMU Swasta Kabupaten Gowa”. Tesis. Makassar: PPs Universitas Negeri Makassar.

Tarigan, Henry Guntur. 1982. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar